Tetesan Aire Mata, PERADABAN baru Suku Besar Arfak dimulai pada 1897
atau 42 tahun setelah Pekabaran Injil memasuki Pulau Mansinam, Manokwari. Misi
penginjilan itu diemban Guru Petrus Kafiar.
Warga pesisir yang pertama kali mengenal ajaran
tersebut. Sekitar 58 tahun kemudian menyusul warga pegunungan mengimani ajaran
Kristen. Misi kali ini diemban Walter Erikson, dan Edward Tritt, dua misionaris
berkebangsaan Amerika. Periode tersebut mengenapi 100 tahun penyebaran Injil di
Tanah Papua.
Suku Arfak terdiri atas subsuku Hattam, Meyah,
Sough, dan Moile. Penginjilan terhadap mereka bertalian erat dengan Mansinam.
Kafiar sebagai pengkabar pertama Injil kepada Suku Arfak merupakan guru
penginjil dari Mansinam.
Kafiar, Orang Asli Papua pertama yang menjadi
penginjil itu bertolak dari Mansiman pada 11 Februari 1897. Dia melabuhkan sauh
di pesisir utara Manokwari yang kala itu dikenal sebagai Amban pantai.
FJS Rumainum mencatat Kafiar pertama kali
menyambangi orang-orang Meyah untuk mengkristenkan salah satu subsuku Arfak di
pesisir utara Manokwari, tersebut. Misi Kafiar dilanjutkan oleh Erikson dan
Tritt.
Pemerintah Belanda di Papua kala itu meminta
mereka bertolak ke kawasan gunung tertutup awan. Di sana belum ada satu pun
gereja, tidak seperti di pesisir yang banyak bermunculan setelah misi
penginjilan oleh Kafiar.
Seiring misi penginjilan, pengetahuan baru pun
merambah Suku Besar Arfak. Para zending memperkenalkan keterampilan merajut
kepada kaum perempuan setempat. Dari situ pula berkembang tradisi pembuatan dan
penggunaan monga atau noken.
Keterampilan ini diwariskan turun-temurun hingga
kini. Monga yang juga kerap digunakan sebagai tas atau kantong Alkitab
menyiratkan doa dan harapan bagi masa depan generasi Suku Arfak. “Distrik Minyambouw, Anggi, dan Testega menjadi
awal sejarah dimulainya pekabaran Injil di Pegunungan Arfak. Misi itu dijalankan
para missionaris yang melahirkan Gereja Persekutuan Alkitab Indonesia
(GPKAI),” kata Direktur Pascasarjana Sekolah Tinggi Theologia Erikson-Tritt
(STT-ET) Bastian Salabai, pekan lalu.
Lahirkan pemimpin
Dua misionaris, Erikson dan Tritt, kembali
menyusuri pantai setelah menjalankan misi mereka di Pegunungan Arfak.
Penyusuran mereka hingga ke Saurokem, di pesisir barat Manokwari.
Saurokem menjadi tempat pengabdian terakhir bagi
Erikson dan Tritt. Kedua zending ini meninggal dan dimakamkan di sana.
“Darah martir (perjuangan) Erikson dan Tritt
berubah menjadi tempat yang sekarang bernama Kabupaten Maybrat. Di sanalah
mereka dimakamkan,” ujar Salabai.
Mantan Bupati Manokwari ini menjelaskan
misionaris mulai berdatangan sejak dimulainya masa Pekabaran Injil di Mansinam
oleh Ottow dan Geisler. Mereka membangun pos pelayanan umat di Minyambouw,
Anggi danTestega. Penyebaran ajaran Kristen dilakukan dengan menggunakan bahasa
lokal setempat, yakni Bahasa Hattam di Minyambouw, Meyah di Testega, dan Sough
di Anggi.
“Sampai saat ini Minyambouw, Anggi, dan Testega
menjadi pusat pekabaran injil untuk Subsuku Hattam, Meyah, dan Sough. Dampak
dari pekabaran injil itu, banyak melahirkan pemimpin dari Suku Arfak.
Salabai mencontohkan Gubernur Dominggus Mandacan.
Mandacan juga pernah menjadi Bupati Manokwari, sebelum Salabai dan Demas
Paulus Mandacan.
“Anak-anak Arfak menjadi pemimpin negeri karena
orangtua mereka menerima dan menghormati Injil.” Gubernur Mandacan mengaku generasi mereka lahir
dan terbentuk berkat gendongan noken orangtua mereka.
“Ini fakta sejarah. Jadi, noken (monga) wajib
dilestarikan.” Mandacan yang juga Kepala Suku Besar Arfak
mengatakan aslinya monga dirajut dari benang berbahan alami. Ada tiga jenis
benang yang biasa digunakan dan dua di antaranya dibikin dari daun nanas dan
kulit pohon melinjo.
Mandacan sangat menyambut baik kebijakan
Pemerintah Kabupaten Pegunungan Arfak yang mencanangkan monga sebagai warisan
budaya. Kebijakan itu juga sejalan dengan upaya Pemerintah Provinsi Papua Barat
dalam melestarikan kebudayaan tersebut.
“Suku besar Arfak tidak hanya di (Kabupaten)
Pengunungan Arfak dan Manokwari, tetapi juga di Manokwari Selatan,
Wondama, Bintuni, dan Tambrauw,” ujar Mandacan. (Yeri/Aries)
Editor: Aries Munandar
0 comments:
Post a Comment