Medio
2011 lalu sebuah media online lokal di Papua suarabaptis.blogspot.com
menurunkan artikel berjudul “Skenario Kosovo untuk Papua
Merdeka”. Menurut Hendrajit(Direktur Eksekutif Global Future Institute-GFI) yang menulis artikel tersebut, ketika Amerika Serikat dipimpin oleh Bill Clinton, ia telah mendukung gerakan Kosovo merdeka lepas dari Serbia, dan bahkan juga mendukung terbentuknya Kosovo Liberation Army (KLA). Seperti
halnya ketika Clinton mendukung KLA, Obama sekarang nampaknya hendak
mencitrakan OPM (Organisasi Papua Merdeka) sebagai entitas politik yang
masih eksis di Papua.
Analisis Hendrajit ini didukung sejumlah fakta antara lain adanya pembahasan intensif oleh senat AS atas rancangan FOREIGN RELATION AUTHORIZATION ACT (FRAA) yang secara spesifik memuat referensi khusus mengenai Papua. Jika RUU
ini lolos, berarti ada beberapa elemen strategis di Washington yang
memang berencana mendukung sebuah opsi untuk memerdekakan Papua secara
bertahap.
Sejalan dengan itu, kemarin (20/1/2012), pengamat hubungan internasional Universitas Indonesia Hariyadi Wirawan mengatakan, keberadaan
AS di Darwin, Australia, walau sebenarnya adalah untuk membendung Cina,
tetapi jika masalah Papua semakin memanas, dan memperoleh pengakuan
lembaga internasional sebagai sebuah negara merdeka, maka pangkalan AS
di Darwin akan menjadi pangkalan yang bersifat multifungsi.
“AS
akan mengerahkan pasukannya di Darwin guna melindungi Papua, jika
Indonesia nantinya menolak kemerdekaan Papua yang disahkan PBB secara
sepihak,” kata Hariyadi.
Menurutnya, apa yang terjadi di Papua sekarang, jelas mengikuti skenario kemerdekaan Kosovo,
yang berhasil memerdekakan dirinya dengan bantuan lembaga
internasional. Hal ini terlihat dengan didaftarkannya kemerdekaan Papua
Barat ke Perserikatan Bangsa-Bangsa akhir Januari 2012 yang lalu.
“Jika
asing melihat masalah Papua sebagai sebuah isu internasional yang
hangat, dan menganggap Indonesia tidak peduli. Maka kesempatan Papua
untuk merdeka akan semakin besar,” jelasnya.
Insiden Penembakan bagaian dari Skenario ?
Apa yang diungkapkan oleh kedua tokoh di atas tentu sangat jauh dari niatan untuk sekedar menakut-nakuti Pemerintah Indonesia. Justeru
‘wanti-wanti’ yang mereka lontarkan itu adalah bagian dari kepedulian
para akademisi di Negeri ini terhadap keutuhan NKRI.
Karena itu, sebagai
bangsa kita perlu waspadai. Pemerintah perlu didorong untuk lebih
intens menangani persoalan Papua. Dari pemberitaan media kita dapat
mengikuti bahwa telah terjadi peningkatan aktivitas politik
kelompok-kelompok pendukung Papua merdeka. Demikian juga aksi-aksi
penyerangan dari sayap militer (TPN-OPM) tampak meningkat secara
signifikan.
Tahun 2012 ini saja, aksi penembakan oleh OTK telah menelan korban jiwa mencapai enam orang. Beberapa di antaranya, Kamis (2/2//2012) dua orang tukang ojek tewas ditembak orang tak dikenal yang diduga OPM (Organisasi Papua Merdeka) di kampung Kulirik, Mulia, Kabupaten Puncak Jaya, Papua. Sebelumnya, 27 Januari 2012 seorang anggota Brimob Polda Papua bernama Bripda Sukarno, tewas setelah terkena tembakan misterius dari balik pegunungan di Puncak Jaya, Papua. Sebelumnya lagi, Jumat(20/1/2012) rentetan tembakan terdengar di Kampung Karobate Ujung Bandara Mulia. Warga setempat menemukan sesosok mayat tergetak dengan luka tembakan di kepala belakang tembus ke leher depan. Hari yang sama terjadi penembakan di kawasan Kurilik, Mulia, Kabupaten Puncak JayaKorban tewas bernama Kisma Rafiq seorang pedagang asal Sumatera Barat. Korban ditembak di punggung ketika hendak menutup toko kelontongnya. Belum
lagi, penembakan di areal PT Freeport Mimika. Menurut catatan media,
sejak Juli 2009 hingga Februari 2012, penembakan di areal PT. Freeport
telah menewaskan 15 orang, dan 54 korban luka.
http://nasional.vivanews.com/news/read/287025-imparsial—ada-yang-ingin-papua-bergolak
Di
samping itu, konflik Pemilukada juga ikut melengkapi apa yang patut
diduga sebagai ‘skenario Kosovo’ ini. Insiden Tolikara Papua yang
berlangsung dari 14-18 Februari2012, telah jatuh korban 11 orang meninggal dunia dan 201 orang yang mengalami luka berat maupun ringan. Insiden
ini mirip dengan konflik Pemilukada di Ilaga akhir Juli 2011 yang lalu,
dengan jumlah korban tewas mencapai 50 orang lebih.
Pesan
yang bisa kita petik dari rangkaian insiden di atas, kaitannya dengan
analisis kedua narasumber dalam tulisan sederhana ini adalah : Jika kita
gagal menangani konflik Papua, maka pihak asing akan memenangkannya.
Resiko terburuk adalah Papua bisa saja lepas dari NKRI….!!! ( Yegema).
0 comments:
Post a Comment